Kisah Dari Akhir Hayat Cut Nyak Dien Dan Mengetahui Arti Julukan Ibu Perbu Yang Diberikan Oleh Warga Sumedang

Jakarta - Masyarakat di Kampung Kaum, Kelurahan Regol Wetan, Kecamatan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, begitu menghormati seorang wanita 'asing' yang dibawa oleh tentara Belanda pada tahun 1906.

Saking diseganinya, tokoh tersebut sampai mendapat julukan khusus atas keluhuran ilmu agama Islamnya. Saat itu warga Sumedang awalnya tidak mengetahui bahwa wanita tersebut merupakan tokoh perjuangan asal Tanah Aceh bernama Cut Nyak Dien.

Rahasia ini merupakan rencana Gubernur Militer Belanda, Joannes Benedictus van Heutsz yang khawatir kehadiran Cut Nyak Dien akan membawa semangat perlawanan ke rakyat Sumedang.

Namun fakta itu akhirnya diketahui oleh Bupati Sumedang saat itu, Pangeran Suriaatmaja. Sebagai pemimpin tertinggi di sana, sosok yang biasa disebut Pangeran Mekkah itu sadar jika Cut Nyak Dien merupakan sosok yang memiliki pengaruh.

"Kedatangan Dien (Cut Nyak Dien) di Sumedang dengan pakaian lusuh dan ditemani para tapol Aceh lainnya tentu saja menarik perhatian Bupati Suriaatmaja. Sebagai seorang muslimah yang beriman, Cut Nyak Dien banyak dihormati para tahanan laki-laki yang ikut dibawa Belanda.

Tetapi tentara Belanda dilarang mengungkapkan identitas para tawanan, termasuk wanita tua kecil yang lusuh itu."tulis Sai, Julinar, A pretty tiara Wulandari, dalam Ensiklopedi Pahlawan Nasional. Jakarta: Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, dikutip dari Wikipedia (29/12).

Mendapat Julukan Ibu Perbu atau Ibu Suci karena Berdakwah

Cut Nyak Dien menghabiskan sisa hidupnya di Sumedang selama dua tahun. Ia kemudian wafat karena penyakit sepuhnya (encok dan rabun) pada tahun 1908.

Selama masa pengasingan, Cut Nyak Dien ditempatkan di sebuah rumah milik tokoh agama setempat bernama Haji Ilyas atas perintah Bupati Suriaatmaja. Di tengah statusnya sebagai tahanan rumah itu, Cut Nyak Dien bersama Haji Ilyas lantas mengajar ngaji dan ilmu keagamaan ke warga sekitar.

"Ulama Ilyas dengan cepat menyadari bahwa tamunya, yang tidak bisa berbicara bahasa mereka, memang seorang sarjana Islam. Dien kemudian dikenal sebagai "Ibu Perbu" (Sang Ratu). Pengetahuan Islamnya yang baik dan kemampuannya membaca Al-Quran dengan indah membuatnya mendapatkan undangan untuk mengajar tentang Islam,"lanjut Sai, Julinar, dan Tiara Wulandari itu.

Meninggal dan Dimakamkan di Pinggiran Sumedang

Di tengah usia ke-60, Cut Nyak Dien mulai menderita sakit yang cukup parah. Tak berapa lama, pejuang kelahiran 1848 itu kemudian meninggal dunia pada 6 November 1908.

Dilansir dari sumedangkab.go.id, Cut Nyak Dien dimakamkan di kompleks Gunung Puyuh, Desa Sukajaya Kecamatan Sumedang Selatan. Lokasi tersebut tidak jauh dari Alun-Alun dan Masjid Agung Sumedang (satu wilayah tempat pengasingan).

Sebelum tahun 1950, masyarakat di Sumedang tidak ada yang mengetahui bahwa makam tersebut merupakan makam Nyak Dien. Indentitas makam itu baru terbongkar pada tahun 1959, saat Gubernur Aceh saat itu, Ali Hasan, meminta dicarikan makam Cut Nyak Dien di Sumedang berdasarkan data Belanda yang tertuang di surat Colonial Verslag 1907:12.

Sebelumnya Cut Nyak Dien dibuang di Sumedang usai melakukan perlawanan yang keras bersama suaminya di Aceh. Saat itu ia dianggap berbahaya, lantaran terus melakukan koordinasi dengan para pahlawan di Tanah Rencong untuk memukul mundur Belanda.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengetahui Sejarah PLTP Kamojang, Tempat Pertama Yang Menjadi Pembangkit Listrik Dan Wisata Panas Bumi Indonesia

Beberapa Hal yang Tabu dan Pantangan Prajurit di Medan Perang : Harta dan Wanita

Junta Militer Menyerang Kelompok Pemberontak Anti Kudeta Myanmar, 5 Pemberontak dilaporkan Tewas Akibat Serangan Tersebut