Beberapa Hal yang Tabu dan Pantangan Prajurit di Medan Perang : Harta dan Wanita

Jakarta - Para prajurit senior TNI punya pantangan di medan tempur. Jangan pernah mengambil harta yang bukan haknya. Satu lagi, jangan pernah berbuat tak senonoh jika ingin pulang selamat.

Mayjen (Purn) Eddie Nalapraya (90) masih ingat peristiwa puluhan tahun lalu saat menumpas pemberontakan Permesta di Sulawesi Utara.

Seorang anak buah yang berada di dekatnya tertembak lawan hingga tewas.

"Di kapal sebelum mendarat, kawan-kawannya ingat, prajurit itu terus berbicara tak senonoh.

Ingin berbuat macam-macam dengan wanita," kata Eddie kepada beberapa waktu lalu di kediamannya.

Ada pantangan prajurit di medan tempur yang dipegang teguh. Jangan ambil harta yang bukan haknya. Kedua jangan berbuat cabul.

Prajurit muda itu jadi satu-satunya korban dalam pasukan Kujang Siliwangi yang dipimpin Eddie.

Jenazahnya dikuburkan sementara tak jauh dari lokasi dan baru diambil untuk dipindahkan setelah suasana aman.

"Pokoknya kalau mau selamat, jangan langgar dua hal itu," tegas Eddie.+.

Tinggalkan Saja Nanti Kamu Mati!


Kisah serupa banyak dikisahkan oleh para prajurit senior TNI. Benny Moerdani yang terjun untuk menumpas PRRI di Sumatera juga menceritakan soal pantangan tersebut.

Hari itu, 12 Maret 1958, satu kompi pasukan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) ditugaskan merebut Pekanbaru, Riau. Saat itu Sumatera telah bergolak.

Sebagian daerah yang tak puas pada pemerintah Jakarta mendirikan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).

Maka Jakarta membalas aksi PRRI dengan operasi militer. Mereka mengirimkan pasukan untuk menguasai Sumatera dari para kolonel pembangkang.

Kompi A RPKAD dipimpin Lettu Benny Moerdani. Mereka diberangkatkan dari Pangkal Pinang dengan pesawat Dakota untuk terjun di daerah landasan udara Simpang Tiga.

Tugas mereka merebut landasan itu agar pesawat Angkatan Udara bisa segera mendarat membawa perbekalan dan pasukan tambahan.

Benny dan pasukan terjun baret merah mendarat mulus. Para pemberontak tak mengira pasukan dari Jakarta telah tiba.

Begitu melihat RPKAD yang datang, mereka ambil langkah seribu. Sama sekali tak melakukan perlawanan.

Pasukan PRRI begitu saja meninggalkan peralatan perang dan bantuan dari Amerika Serikat yang baru dikumpulkan di landasan.

Saat itulah Letnan II Dading Kalbuadi, rekan Benny, menendang sebuah peti kayu. Perwira muda RPKAD itu terkejut setengah mati melihat isinya.

Benny tak tergiur melihat hal tersebut. Dia memerintahkan uang itu ditinggalkan saja.

"Wah duit, Ben! Uang, gimana ini?" kata Dading.

"Sudahlah jangan kau hiraukan. Tinggalkan saja, nanti kamu mati," kata Benny seperti ditulis Julius Pour dalam buku Benny Tragedi Seorang Loyalis yang diterbitkan Penerbit Kata.

Emas di Dalam Helm

Letnan Satu (purn) Supardi pernah menceritakan pengalamannya menumpas para pemberontak Republik Maluku Selatan.

Dia mengingat beratnya pertempuran melawan sisa-sisa pasukan komando Belanda. Pasukan Baret Hijau alias Speciale Troepen ini dikenal sebagai jago perang gerilya.

Mereka juga dikenal sebagai penembak jitu.

Tapi pengalaman yang paling menggetarkan adalah saat dia melihat teman-temannya yang tewas tertembak. Banyak di antara mereka ternyata menyimpan barang rampasan.

"Ada yang tertembak di dada. Pas diperiksa ada uang di sakunya. Uang RMS. Itu uang dari mana? Ada emas juga," kisahnya di Bogor, beberapa tahun lalu.

"Ada juga yang bisa peluru sampai tembus ke helm baja. Itu bagaimana peluru bisa menembus helm? Pas di periksa, eh di dalam helm dia sembunyikan emas rupanya," kata Supardi sambil geleng-geleng prihatin.

Menurutnya hal-hal semacam ini tabu dilakukan prajurit yang bertempur. Ini yang bisa menyebabkan prajurit celaka.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengetahui Sejarah PLTP Kamojang, Tempat Pertama Yang Menjadi Pembangkit Listrik Dan Wisata Panas Bumi Indonesia

Junta Militer Menyerang Kelompok Pemberontak Anti Kudeta Myanmar, 5 Pemberontak dilaporkan Tewas Akibat Serangan Tersebut