Mengenal Sosok Wolff Schoemaker, Guru Belanda Yang Ingin Bangun Indoinesia Jadi Negara Islam Lewat Sukarno

Jakarta - Selain sebagai pemimpin tertinggi negara, Presiden Soekarno turut dikenal sebagai arsitek yang pernah membuat ide rancangan beberapa bangunan salah satunya monumen nasional (Monas) di Jakarta.

Keterlibatannya di lini pembangunan Indonesia rupanya tak terlepas dari rekam jejak pendidikannya yang sempat mengampu jurusan teknik sipil selama kurang lebih empat tahun, di Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB), Bandung, Jawa Barat.

Saat berkuliah di ITB pada 1922-1926, terdapat satu sosok master asal Belanda yang cukup berpengaruh bagi Soekarno, bernama Charles Prosper Wolff Schoemaker atau karib dikenal Wolff Schoemaker.

Selain mengembangkan pemikiran Soekarno di lingkup konstruksi, Schoemaker juga menjadi sosok yang fenomenal karena ingin membentuk Indonesia sebagai negara Islam lewat kepemimpinan presiden pertama RI tersebut. Melansir berbagai sumber pada Jumat (26/11), berikut kisahnya.

Dari Zeni Militer Jadi Master Soekarno

Sebagaimana dimuat di laman mooibandoeng, Wolff Schoemaker mengawali karier sebagai perancang teknik berperang militer Hindia Belanda (letnan zeni) di tahun 1905-1911.

Dua tahun kemudian, ia memilih keluar dan menjatuhkan pilihan untuk berdinas sebagai insinyur teknik pada Dienst Burgerlijk Openbare Werken atau Dinas Pekerjaan Umum di Kota Batavia (sekarang Jakarta).

Londo kelahiran Banyubiru Ambarawa, Jawa Tengah, tahun 1882 itu sempat menjabat sebagai direktur di Gemeentewerken Batavia, hingga beberapa waktu kemudian menjadi pengajar di ITB dan mendidik Presiden Soekarno

Diketahui, Soekarno sempat menjadi mahasiswa favorit Schoemaker karena kecakapannya dalam membuat desain bangunan.

Pembuka Gerbang Arsitek Soekarno

Sebagai seorang pengajar, Schoemaker menjadi salah satu guru yang cukup disegani lewat beberapa karya arsiteknya yang populer di kota kembang itu seperti, Gedung Merdeka, Bioskop Majestic, Site Building, Gedung Jaarbeurs, Penjara Sukamiskin, Gereja Bethel, Katedral St. Petrus, Mesjid Raya Cipaganti hingga Peneropongan Bintang Bosscha.

Sayangnya secara teori ia tak pandai menyampaikan materi, dan kerap dianggap sebagai guru yang gagal di kampus. Namun dari keseluruhan muridnya, hanya Soekarno yang dianggap mampu menuntaskan materi dengan nilai yang apik hingga ia diperhatikan sebagai murid favorit.

"Saja menghargai ketjakapanmu, Dan saja tidak ingin ketjakapan ini tersia-sia. Engkau mempunjai pikiran jang kreatif. Djadi saja minta supaja engkau bekerdja dengan pemerintah,"kata guru itu kepada Soekarno,

tulis Cindy Adams dalam 'Bung Karno Penjambung Lidah Rakjat' (1966) halaman 37, melansir dari kanal Kepustakaan Presiden Perpusnas.

Jadi Mualaf dan Ingin Jadikan Indonesia Negara Islam

Kekagumannya terhadap Soekarno tak berhenti sampai di situ, setelah Soekarno menolak dengan tegas terlibat di proyek Belanda dalam mendirikan perumahan di Kota Bandung, Schoemaker sempat melayangkan sebuah surat panjang yang berisi keinginannya untuk mengubah negara Indonesia yang saat itu baru merdeka agar memakai sistem kerajaan Islam.

Profesor tersebut memang telah menganut Agama Islam saat menjadi tenaga pendidik di ITB. Bahkan ia juga banyak mengikuti sejumlah organisasi Islam seperti Western Islamic Organization di Bandung, hingga menyandang gelar Kamal oleh teman-teman Schoemaker.

Kembali lagi, surat panjang tersebut merupakan gagasan Schoemaker yang memandang bahwa Indonesia yang masih seumur jagung tak cocok menerapkan sistem pemerintahan Barat mengingat kultur Timur jauh melekat di sini. Pandangan Schoemaker ini tertuang di essay yang diterbitkan dengan judul 'Cultuur Islam' (1937 ).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengetahui Sejarah PLTP Kamojang, Tempat Pertama Yang Menjadi Pembangkit Listrik Dan Wisata Panas Bumi Indonesia

Beberapa Hal yang Tabu dan Pantangan Prajurit di Medan Perang : Harta dan Wanita

Junta Militer Menyerang Kelompok Pemberontak Anti Kudeta Myanmar, 5 Pemberontak dilaporkan Tewas Akibat Serangan Tersebut