Melihat Kincir Angin Sungai Gending, Sang Penyelamat Petani Saat Kekeringan

Jakarta - Panasnya terik matahari tak menyurutkan niat petani di Dusun Gedongan, Mertoyudan, Magelang, Jawa Tengah ini jadi bermalas-malasan. Memasuki bulan kemarau, petani di dusun ini lebih sibuk dari biasanya. Mereka harus bergegas, mempersiapkan diri agar lahan sawahnya tak mengalami kekeringan.

Mendekati bulan kemarau, sejumlah petani pun mulai sibuk mencari bambu, kayu dan papan. Mengelilingi desa mencari bahan-bahan tersebut. Mereka akan bergotong royong membuat kincir air big tradisional.

Kincir air tradisional ini memang menjadi penyelamat petani saat kekeringan. Warisan turun temurun dari nenek moyang. Meski kini banyak desa yang beralih ke kincir air bertenaga mesin, namun di Dusun Gedongan masih memilih menggunakan kincir berbahan dasar bambu ini.

Bambu memang menjadi tanaman yang mudah dijumpai di lingkungan ini. Namun tidak sembarang bambu bisa digunakan untuk membuat kincir air. Setidaknya ada 3 jenis bambu yang bisa digunakan, yaitu bambu buluh, bambu jawa dan bambu petung.

Bambu petung yang kuat bak baja ini sebagai poros utama, bambu jawa yang terbilang cukup lentur dibanding bambu lainnya sebagai velg kincir air. Termasuk jaring-jaringnya.

Pembuatan kincir air juga tradisional tanpa sentuhan alat contemporary sedikit word play here. Menyusun bumbu sesuai jenis dan ukuran. Tanpa panduan tertulis dan mengandalkan ingatan yang sudah diajarkan turun temurun dari nenek moyang.

Sekilas memang nampak mudah, namun pembuatan kincir air tentu saja harus diperhitungkan dengan cermat. Disesuaikan dengan ukuran lebar Sungai Gending. Salah perhitungan, kincir air tradisional ini tak bisa digunakan. Berujung gagal menyelamatkan lahan sawah.

Dengan tergopoh-gopoh, pria paruh baya ini menyusuri jalan. Membawa 1 buah kincir air berukuran sekitar 2 meter ini ke Sungai Gending. Di tepian Sungai Gending sudah terpasang bambu untuk meletakkan kincir ini. Setelah klop, kincir air word play here siap digunakan.

Sistem kerja kincir air tradisional ini mengandalkan aliran deras Sungai Gending untuk memutar roda. Ditampung dengan bambu hingga akhirnya airnya mengaliri lahan sawah. Terbuat dari bambu, setidaknya kincir ini diganti 8 bulan sekali. Tugas petani selanjutnya ialah membersihkan sungai dari sampah, jika sampah menempel di baling-baling akan menghambat pergerakan kincir bambu.

Tidak membutuhkan banyak biaya, ramah lingkungan, mudah dioperasikan membuat kincir air ini masih menjadi andalan para petani. Alat warisan leluhur yang sudah ada sejak 400 tahun lamanya yang masih efektif hingga saat ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengetahui Sejarah PLTP Kamojang, Tempat Pertama Yang Menjadi Pembangkit Listrik Dan Wisata Panas Bumi Indonesia

Beberapa Hal yang Tabu dan Pantangan Prajurit di Medan Perang : Harta dan Wanita

Junta Militer Menyerang Kelompok Pemberontak Anti Kudeta Myanmar, 5 Pemberontak dilaporkan Tewas Akibat Serangan Tersebut