Mengenal Tari Seblang, Tarian Yang Penuh Degan Ritual Mistis Suku Osing Sebagai Tolak Bala

Jakarta - Dengan mata terpejam dan kerasukan, gadis bernama Diah ini lihai berlenggak-lenggok menggerakkan selendang merahnya. Ia menari mengikuti iringan musik angklung pagak yang mengalun pelan. Di belakangnya seorang pawang menjaga sambil ikut menari.

Usia Diah memang masih muda, baru menginjak 10 tahun. Namun gadis cilik ini sudah 2 kali menjadi penari Seblang. Bukan tanpa alasan, sebab penari Seblang memang tak bisa dilakukan sembarang orang. Di Desa Olehsari, sang penari harus masih satu garis keturunan dengan penari Seblang sebelumnya. Ia juga seorang perempuan belia yang terpilih melalui prosesi kejiman (Supranatural).

Ya, Tari Seblang memang bukanlah tarian biasa. Di Desa Olehsari, Banyuwangi tarian leluhur ini merupakan sebuah ritual adat. Upacara bersih desa untuk menolak bala sekaligus wujud syukur. Ritual ini diawali dari Gending Lukito ditabuh, penanda pemanggil arwah untuk datang ke ritual Seblang.

Asap mengepul dari tungku kecil di tangan pawang. Sambil mengucap mantra, pawang mulai mengasapi Diah agar loh leluhur masuk ke dalam tubuhnya. Sebuah nampan bambu di tangan Diah terjatuh, sebagai penanda roh leluhur telah menguasai tubuhnya.

Dalam keadaan tak sadari, sang penari mengikuti arahan pawang sambil menggerakkan selendangnya. Diiringi dengan 28 lantunan gending dimainkan selama 7 hari berturut-turut. Ya, penari seblang nantinya menari setiap hari selama enam jam dan tujuh hari berturut-turut. Ritual kekuatan magis yang mampu membuatnya menari terus menerus tanpa rasa lelah.

Mahkota atau yang disebut omprok yang tersemat di kepala sang penari memang punya bentuk yang unik. Omprok terdiri dari pelepah pisang yang disuwir-suwir layaknya rambut. Bagian atasnya berhias bunga-bunga yang diambil dari kebun atau area sekitar pemakaman. Meski tak terlihat, sebuah kaca kecil diletakkan di bagian tengah mahkota.

Mahkota ini berbeda dengan Desa Bakungan, desa yang juga masih melakukan tari Seblang. Omprok di Desa Bakungan menyerupai pertunjukan Gandrung dengan kain putih dan beberapa bunga. Jika penari Desa Olehsari adalah wanita belia, di Desa Bakungan penari haruslah wanita berusia 50 tahun ke atas, atau yang telah menopause.

Wanita yang belum akil balik dan menopouse dianggap suci. Pelaksanaannya pun berbeda, Seblang Olehsari setelah perayaan hari raya Idul Fitri selama tujuh hari berturut-turut. Sedangkan Seblang Bakungan setelah Idul Adha.

Di pertengah ritual, Diah melemparkan selendang ke arah penonton secara acak. Seorang pria paruh baya menangkap selendang Diah. Pria tersebut wajib menari bersama dengan penari seblang selama beberapa waktu.

Dalam routine ini, penonton yang mendapat lemparan selendang wajib menari bersama. Jika tidak ikut, Ia akan dikejar-kejar oleh penari seblang sampai mau ikut menari. Konon, penonton yang ikut menari bersama sang penari dipercaya akan mendapat keberuntungan.

Ya, penari seblang nantinya menari setiap hari selama enam jam dan tujuh hari berturut-turut. Routine kekuatan magis yang mampu membuatnya menari terus menerus tanpa rasa lelah.

Dalam routine seblang terdapat prosesi gendhing Kembang Dermo atau seblang menjual bunga. Di prosesi tersebut hampir semua masyarakat desa dan para penonton berebut untuk mendapatkan bunga itu dengan tebusan atau mahar.

Kembang Dermo dipercaya oleh masyarakat desa sebagai tolak bala, mengusir pengaruh-pengaruh jahat, bala penyakit, keselamatan maupun keberuntungan. Pada akhir ritual, nantinya penari Seblang akan mengelilingi desa.

Tari Seblang merupakan salah satu budaya tertua di Banyuwangi. Tarian yang lekat dengan hal mistis ini mampu bertahan di tengah zaman.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengetahui Sejarah PLTP Kamojang, Tempat Pertama Yang Menjadi Pembangkit Listrik Dan Wisata Panas Bumi Indonesia

Beberapa Hal yang Tabu dan Pantangan Prajurit di Medan Perang : Harta dan Wanita

Junta Militer Menyerang Kelompok Pemberontak Anti Kudeta Myanmar, 5 Pemberontak dilaporkan Tewas Akibat Serangan Tersebut