Asal-usul Suku Bawean Yang Suka Merantau
Jakarta - Suku Bawean adalah masyarakat yang mendiami Pulau Bawean di Laut Jawa. Pulau ini terletak di bagian utara Kabupaten Gresik, Jawa Timur.
Melansir situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud), Bawean merupakan pulau yang terletak sekitar 120
kilometer (kilometres) arah utara dari Kabupaten Gresik. Untuk sampai ke
pulau ini, diperlukan waktu tempuh sekitar tiga hingga empat jam dengan
kapal cepat atau satu jam menggunakan pesawat perintis.
Pulau Bawean terdiri dari dua kecamatan, yaitu Sangkapura dan Tambak.
Hanya diperlukan waktu sekitar dua jam untuk mengelilingi pulau ini
menggunakan kendaraan darat. "Suku Bawean dimasukkan pada sub Suku Jawa
menurut sensus BPS tahun 2010.
Suku Bawean bermukim di pulau yang luasnya 188,66 kilometres persegi dan terletak di utara Pulau Jawa yang masih termasuk dalam wilayah administratif Kabupaten Gresik," tulis Sholik dkk, dalam jurnal berjudul "Merantau Sebagai Budaya".
Asal-usul Pulau Bawean
Melansir "Cerita Rakyat dari Bawean, Jawa Timur" karya Usman, Pulau Bawean awalnya bernama Pulau Majeti atau Pulau Majdi. Kata Majdi sendiri berasal dari bahasa Arab yang artinya uang logam. Pulau Majdi memiliki bentuk yang hampir bulat sempurna seperti uang logam.
Inilah alasan di
balik nama Majdi. Perubahan nama Majdi menjadi Bawean dipercaya
masyarakat setempat berkaitan erat dengan Kerajaan Majapahit. Pada suatu
masa, saat pasukan Kerajaan Majapahit ingin memperluas kekuasaannya,
armada tersebut mengalami musibah dan terkatung-katung di atas perairan
Laut Jawa.
Armada ini kemudian melihat pulau dengan deretan pegunungan. Dengan sisa
tenaga yang ada, para pelaut yang tersisa kemudian berlayar menuju
tempat itu. Mereka bisa menyaksikan sinar matahari menyinari pulau.
Di pulau kecil tersebut, para pelaut mendapat sambutan baik dari para warga. Pemimpin armada yang selamat merasa senang setelah berhasil sampai. Karena perasaan gembira itu, tanpa sadar sang pimpinan pelaut meneriakkan kata "bawean". Bawean dalam aBhasa Sansekerta terdiri dari tiga kata, yaitu ba yang artinya sinar we yang artinya matahari dan an yang artinya ada. Jadi, menurut legenda ini, "bawean"berarti ada matahari.
Budaya merantau Suku Bawean
Menurut Melaltoa yang dikutip dari jurnal "Merantau Sebagai Budaya", masyarakat Bawean merantau untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Penduduk suku ini disebut sering bepergian ke berbagai daerah untuk mencari pekerjaan.
"Masyarakat Bawean sering melakukan perantauan ke berbagai daerah di Indonesia dan ke luar negeri antara lain ke Singapura dan Malaysia," tulis Sholik dkk. Keinginan merantau dalam suku ini sudah ditanamkan sedari kecil. Kebiasaan ini seperti sudah menjadi budaya yang terpisahkan dari kehidupan Suku Bawean.
Dilansir dari jurnal berjudul
"Tradisi Maulud Masyarakat Suku Bawean di Kampung Sungai Datuk,
Kelurahan Kijang Kota, Kecamatan Bitan Tumir, Kabupaten Bintan,"karya
Tarmizi, budaya merantau ini sudah melekat pada kaum pria dari Suku
Bawean sejak abad ke-19.
Rumah Adat Bawean
Dilansir dari situs resmi Kemendikbud, Suku Bawean memiliki arsitektur
rumah adat yang unik. Rumah adat tersebut bernama rumah dhurung. Dhurung
sebenarnya merupakan bangunan tambahan yang didirikan di depan rumah
sebagai tempat menerima tamu. Bangunan ini memiliki luas sekitar 2 x 3
meter.
Bagian atas bangunan biasanya digunakan sebagai tempat penyimpanan padi
dan hasil pertanian lainnya. Bangunan ini lebih mirip dengan gazebo yang
biasanya ada di rumah-rumah modern. Pulau Bawean, tempat suku ini
tinggal juga terkenal dengan wisata alamnya. Pengunjung dapat melihat
kehidupan rusa phony dan menikmati wisata bahari yang ada di wilayah
tersebut.
Komentar
Posting Komentar